Selasa, 21 Juli 2009

Kebebasan yang Mendambakan


Alangkah bahagianya jikalau kita hidup bebas di dunia ini. Banyak orang mendambakan suatu kebebasan yang dimikinya. Namun dalam kehidupan sehari-hari, orang tersebut tidak dapat menikmati dan merasakan betapa indahnya kebebasan yang dimilikinya. Kadang-kadang orang disibukan oleh berbagai aktivitasnya (pekerjaannya, dll), misalnya seorang pelajar dibebani oleh aneka tugas beajar. Lantas, apakah kebebasan yang mendambakan itu?

Menurut istilah kemasyarakatannya, kebebasan diartikan sebagai suatu tindakan “bebas” untuk melakukan suatu kegiatan namun tindakan itu tidak sebebas mungkin. Kebebasan memiliki arti dasar, yaitu melakukan sesuatu dengan tanpa batasan.

Gambar Pilihan.... (Bob Marley atau seorang Jamaika)
Freedom,
Freedom,
Freedom....

...itulah cara manusia mengungkapkan kebebasannya melalui pikirannya dan dituliskan dalam bentuk lisan/tertulis. Ini merupakan salah satu contoh kebebasan yang didambakan oleh sebagian orang demi tanah air tercintanya.
Bob Marley adalah seorang penyanyi reggae top dunia yang menggunakan cara di atas. Benarkah Bob Marley penyanyi reggae top dunia yang merupakan salah seorang seniman yang memahami hakekat seni? Sebenarnya perlukah orang tahu sejarah Bob Marley secara detail? Apakah benar Bob Marley telah berjuang lewat lagu dan musik reggae demi kebebasan kaum rastafari? Apakah sebuah lagu dapat membebaskan rakyat jelata dari penghisapan dan penindasan dari penguasa? Bila kita telusuri sejarah kaum rastafari yang membudayakan model rambut gimbal, tentu saja bukan Bob Marley, tetapi jauh sebelum dia muncul, seorang Jamaika yang memberontak terhadap hegemoni budaya kaum kulit putih. Bahkan dalam kultur yang dibangun oleh Amerika berkembang anggapan pembentukan kebudayaan dunia adalah kaum kulit putih, laki-laki, dan beragama nasrani. Di luar itu tidak akan pernah dianggap sebagai pembentuk kebudayaan dunia kaum negro kulit hitam Afrika, bahkan orang Indonesia dan lebih khusus Papua tentu saja tertindas di dalam sejarah seni yang dimonopoli oleh orang barat. Ada anggapan selain orang barat tidak akan pernah ada budaya di dunia. Benarkah itu?
Pada gambar pilihan di atas, kebebasan yang diinginkan oleh kaum rastafari adalah ingin bebas dari pemberontakan hegemoni budaya kaum kulit putih. Seperti yang telah kita ketahui bahwa kebebasan tidak hanya melekat pada diri orang yang berprofesi tinggi atau berstatus sosial tinggi, melainkan sebenarnya kebebasan itu adalah milik semua orang pada umumnya dan lebih khusus kepada orang yang mendambakannya.
Kebebasan itu akan semakin kokoh jika manusia memiliki suatu kemampuan yang harus dilakukan secara bertanggung jawab tanpa ada tekanan (pressure) dari pihak manapun. Kemampuan itu disebut dengan otonomi diri. Otonomi diri bukan hanya sekedar kemampuan namun tidak lebih dari itu, otonomi diri juga merupakan persatuan daripada hak dan kewajiban seserang agar dapat mengatur dan mengurus sesuatu dengan sendirinya. Dengan ini, manusia diharapkan dapat tumbuh menjadi seorang yang dewasa dan mandiri. Dalam konteks ini, yang dimaksud dengan “dewasa” adalah bukan sekedar hidup menyendiri dari orang tua melainkan dapat hidup dengan sesama, terlebih dahulu manusia itu harus mengerti tentang etika (baik/buruknya sesuatu) dan dapat menggunakan akal sehat berkat karunia Tuhan berdasarkan waktu yang baik.
Dalam hal kebebasan, tentunya kita memunyai pilihan yang harus kita pilih. Namun pilihan kita bukan tergantung pada apa yang akan kita pilih melainkan pada apa yang bisa kita pertanggungjawabkan dari pilihan kebebasan kita. Misalnya Joe memiliki sejumlah hektar tanah yang bertumbuhkan sawah yang hijau. Ia memilih menjadi seorang pengrajin kayu namun pada kenyataannya si Joe tidak memiliki kayu, ia malah mengambil kayu milik orang lain padahal jika cermati sebaiknya si Joe memilih menjadi petani dengan melihat pilihan yang bertanggungjawab.
Dalam tindakannya, kebebasan dibagi menjadi dua, yaitu kebebasan dari dan kebebasan untuk. Kebebasan dari nampaknya bernilai negatif, seperti bebas dari diskriminasi. Namun dengan demikian, kebebasan dari ini merupakan langkah awal untuk melakukan kebebasan untuk berbuat sesuatu, misalnya bebas untuk mengasihi sesama.

Gambar Pilihan.... (Adam dan Hawa)
Sebenarnya kebebasan itu berasal dari kasih Tuhan sendiri। Pada awal penciptaan bumi dan seluruh isinya, Tuhan sudah memberikan kebebasan kepada semua makhluk ciptaan-Nya, misalnya Adam dan Hawa diberikan kebebasan untuk menjaga, memelihara, dan memakan segala macam ciptaan-Nya kecuali Tuhan Allah melarang mereka memakan sebuah pohon yang subur. Pada gambar pilihan di atas, tampaklah bahwa kebebasan yang kita miliki dibatasi oleh kebebasan orang lain. Akibatnya apa? Akibatnya kebebasan yang telah diberikan Tuhan Allah kepada Adam dan Hawa disia-siakan saja dan mereka menjadi susah dalam segala hal.


Kebebasan memang berdampak positif namun dalam praktiknya kebebasan itu sering disalahgunakan. Banyak pemikir berpendapat bahwa kebebasan itu merupakan perwujudan dari adanya hak dan kewajiban seseorang yang ada sejak lahir. Hal ini memotivasi manusia untuk menjadi orang yang beraktivitas secara bebas (dengan menganggap bahwa segala yang ada di dunia ini adalah kepunyaannya semata) padahal jika kita telusuri lebih jauh, sebenarnya semua pemberian Tuhan adalah milik kita semua sebagai makhluk ciptaanNya, entah itu hewan, tumbuhan, dan manusia.
Kebebasan itu tidak luput dari tindak keadilan. Tindak keadilan di dunia ini memang amat memprihatinkan. Lihat saja kasus-kasus yang terjadi di Papua ini, misalnya dalam tes Pegawai Negeri Sipil (PNS). Banyak peserta tes PNS menyogok sejumlah uang yang bernilai besar kepada panitia penyelenggara guna agar diterima menjadi PNS, sementara para peserta PNS yang lainnya berusaha dengan kemampuan otak mereka sendiri tanpa mengandalkan uang untuk siap berkompetisi. Anehnya panitia penyelenggara juga mau menerima uang sogokan itu.

Kebebasan inilah yang mengajak manusia untuk lebih mengoptimalkan bakat dan kemampuan yang mereka miliki terutma dalam bidang ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK). Saat ini banyak pelajar yang lebih mengutamakan hal-hal duniawi namun tidak mengutamakan hal kerajaan surga. Padahal kita tahu bahwa hal-hal duniawi memunyai dua sisi, yaitu sisi negatif dan sisi positif. Dari kedua sisi itu, sisi negatifnya dapat membawa manusia ke dalam dosa, sedangkang dari sisi positifnya dapat membawa manusia ke suatu tempat yang lebih baik, yang tidak lain adalah kebebasan Allahi.

Kebebasan yang kita miliki diperkaya oleh cinta kasih Tuhan yang begitu besar. Manusia seharusnya bersyukur atas kebebasan yang diberikan Tuhan kepada kita.
Lantas, apakah kebebasan yang mendambakan itu? Kebebasan yang mendambakan itu adalah kebebasan yang bersifat abadi yang artinya kebebasan sejati. Kebebasan sejalan dengan hak dan kewajiban seorang manusia. Begitu pula dengan kebebasan sejati namun kebebasan sejati akan didapat ketika seseorang menjalankan hak dan jewajibannya dengan baik, benar, tepat, dan secara bersungguh-sungguh hingga orang itu dapat mengontrol tindakannya tanpa menggangu kebebasan orang lain dan tidak membatasinya.
Dengan kata lain kebebasan sejati akan didapat ketika manusia sadar dan tahu apa yang seharusnya dibuat terutama ketika orang/manusia tersebut dengan berani menyatakan keinginan dalam tindakannya yang dapat dipertanggungjawabkan secara moral. Orang yang dapat mempertanggungjawabkan kebebasan ini diharapkan dapat memperoleh kebahagiaannya. Kebebasan untuk inilah yang mengajak manusia untuk mempertanggungjawabkan kebebasannya. Oleh sebab itu, manusia harus sadar bahwa dirinya bebas untuk berbuat sesuatu.
Bagaimana dengan seorang pejabat kaya yang hanya mendambakan kekayaan saja dan tidak menjalankan tugasnya secara jujur, bertanggungjawab, dan sungguh-sungguh, apakah dengan begitu ia akan mendapatkan kebebasan sejatinya?